Bahan ini cocok untuk Semua Sektor Pendidikan. Nama & E-mail (Penulis): Budyo Leksono Saya Guru di SLTP di Banyuwangi Tanggal: 13 Desember 2003 Judul Artikel: Mengurai Benang Kusut Di Seputar Pendidikan Topik: Sistem Pendidikan Indonesia Oleh : Budyo Leksono (Pemerhati Pendidikan) Melalui fenomena maraknya KKN, angka pengangguran yang tinggi, transaksi jual beli gelar kesarjanaan dan mutu pendidikan yang rendah, penulis mencoba mengurai akar masalah munculnya fenomena-fenomena tersebut. Melalui pandangan "grambyangan" -pembaca boleh tidak setuju-, fenomena-fenomena tersebut muncul karena system nilai sosial masyarakat bangsa kita begitu tinggi menjunjung derajat seseorang melalui nilai angka yang kwantitatif, dan "gelar" atau serftifikasi yang lain, tanpa peduli bagaimana kuwalitas nyata yang dimiliki seseorang. |
Bahan ini cocok untuk Informasi / Pendidikan Umum. Nama & E-mail (Penulis): Deny Suwarja Saya Guru di SLTPN 1 CIBATU GARUT Tanggal: 4 JULI 2003 Judul Artikel: Penerimaan Siswa Baru Arena Mengadu Nasib dan Sarat Resiko KKN Topik: Penerimaan Siswa Baru Pak Budi adalah seorang guru Biologi di sebuah SLTP Negeri Favorit di Kecamatan C, Kabupaten Garut. Guru tersebut adalah guru yang masih mempunyai idealisme yang tinggi baik dalam bekerja atau menjalankan kehidupannya sehari-hari. Ia ingin segala sesuatunya sesuai dengan koridor dan peraturan serta tidak menentang sariat agama. Istiqomah, konsisten dan lurus dalam bertindak. Namun selama tiga tahun berturut-turut dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2003 ia harus dihadapkan pada kenyataan yang pahit. Bertentangan dengan hati nuraninya. |
Bahan ini cocok untuk Informasi / Pendidikan Umum. Nama & E-mail (Penulis): Saya Mahasiswa di UIN Jakarta & STAI Darul Qalam Tanggal: 30 Juni 2003 Judul Artikel: Mempertegas Otonomi Pendidikan; Menuju Masyarakat Edukatif Topik: otonomi pendidikan Di era otonomi daerah dan pendidikan yang sekarang sedang gencar dilaksanakan oleh pemerintah pusat kini pemerintah daerah telah mempunyai kewenangan untuk mengatur dan mengurusi segala sesuatu tentang pendidikan di daerahnya masing-masing di seluruh Indonesia. Hal itu telah tertera dalam Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 1999. Kewenangan penuh tersebut dirumuskan dalam pasal 7 ayat 1; ''Kewenangan daerah mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan, kecuali dalam kewenangan politik luar negeri, pertahanan keamanan, keadilan, moneter dan fiskal, agama serta kewenangan bidang lain.'' |
Bahan ini cocok untuk Perguruan Tinggi. Nama & E-mail (Penulis): Reza Indragiri Amriel Saya Dosen di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Tanggal: 27 Juni 2003 Judul Artikel: Menimbang Sistem Baru Penerimaan Mahasiswa WA PTN Oleh: Reza Indragiri Amriel |
Bahan ini cocok untuk Informasi / Pendidikan Umum. Nama & E-mail (Penulis): Akhmad Bisri Saya Guru di SLTP Negeri 6 Cilacap Tanggal: 30 Mei 2003 Judul Artikel: Membangun Masa Depan Indonesia Berbasis Moral ( Sebuah Renungan ) Topik: Pendidikan dan Moral I. Permasalahan : |
Bahan ini cocok untuk Informasi / Pendidikan Umum. Nama & E-mail (Penulis): Ign.Sumarya SJ Saya Pengamat di Jakarta Tanggal: 16 Mei 2003 Judul Artikel: Belajar dari Orangtua dan "hidden curriculum" Orangtua: pendidik pertama dan utama Orangtua adalah pendidik pertama dan utama bagi anak-anaknya. Di dalam keluarga, sebelum anak masuk sekolah, anak-anak memperoleh pendidikan dengan bebas dan cintakasih serta tanpa kurikulum yang ketat. Materi pendidikan apa saja yang kemudian dapat dikembangkan kelak jika anak masuk ke sekolah. Orangtua mengajar anak-anak: berhitung, membaca, ilmu alam dst..serta budi pekerti atau agama atau iman. Sistem pendidikan, sejauh orangtua berhasil mendidik, dengan keteladanan/contoh ataupun refleksi hidup sehari-hari (dalam istilah sekarang CBSA). Dalam hal pendidikan budi pekerti lebih diutamakan pelaksanaan daripada ajaran atau wacana/omongan ("hidden curriculum"?). Ketika orangtua tidak mampu lagi untuk mendidik anak-anaknya, maka mereka minta bantuan instansi pendidikan atau sekolah. Sekolah adalah pembantu orangtua dalam mendidik anak-anaknya. Dengan segala kemampuan, antara lain dana/uang, orangtua berusaha untuk mengusahakan sekolah yang bermutu.Menarik perhatian saya: orang yang sadar pendidikan tidak segan-segan untuk membayar mahal. Dan memang pendidikan yang bermutu pada hakekatnya mahal , jika orangtua membayar murah pasti ada instansi lain yang membayar, entah pemerintah atau swasta. Dari pengalaman dan pengamatan pribadi, saya juga dapat mensharingkan: orangtua yang baik sungguh sadar akan pentingnya pendidikan bagi anak-anaknya. Maka jika mereka tidak mempunyai uang/dana untuk membayar uang sekolah, tidak segan-segan mereka mencari pinjaman (paling tidak ini pengalaman penulis serta pengamatan penulis terhadap orangtua yang sadar pendidikan). Belajar dari orangtua?Dalam hal apa kita dapat belajar dari para orangtua, pendidik pertama dan utama, yang berhasil mendidik anak-anaknya. Berikut saya sampaikan refleksi kami: 1) kebebasan dan cinta kasih: tanpa kebebasan dan cintakasih, pendidikan akan gagal. Cintakasih tanpa batas alias bebas, sedangkan kebebasan batasnya adalah cintakasih, dimana orang tidak melecehkan atau merendahkan yang lain (Ingat: Pendidikan yang membebaskan dari Paulo Freire). Dengan kata lain semakin banyak aturan yang dikenakan di dalam dunia pendidikan, hemat kami merupakan rambu-rambu yang menunjukkan pendidikan akan gagal. Dalam hal kebebasan dan cintakasih lebih banyak dibutuhkan keteladanan atau kesaksian dari para pendidik/guru. Anak yang tertekan atau suasana pendidikan yang menekan akan membuat frustrasi, dan jika anak atau siapapun berada dibawah tekanan, jelas mereka tidak akan mudah untuk berkembang dan bertumbuh. 2) perhatian terhadap pendidikan = opsi pada anak-anak: Perhatian orangtua terhadap pendidikan dengan jelas dapat dilihat dengan penyediaan dana yang memadai, meskipun dengan mencari hutang. Sayang negara kita mencari hutang yang begitu besar, tetapi tidak terarahkan ke pendidikan, tetapi ke material. Pemerintah lebih menekankan "material investment" dari pada "human investment". Atau dalam istilah "the man behind the gun", lebih memperhatikan "the gun" daripada "the man". Kami himbau agar para petinggi negara atau bangsa ini atau mereka yang berhasil jadi 'orang': sadarlah bahwa pendidikan itu mutlak harus diutamakan. Sediakan dana yang memadai untuk pendidikan, belajarlah dari para orangtua yang berhasil mendidik anak-anaknya: mencari hutang bukan untuk membangun gedung/rumah, tetapi untuk menyekolahkan anak-anaknya. 3) pendidikan budi pekerti/agama sebagai "hidden curriculum": Pendidikan budi pekerti/agama lebih ditekankan dalam pelaksanaan hidup sehari-hari, yang menjadi nyata dalam cintakasih kepada sesama, terutama terhadap mereka yang miskin atau kurang beruntung. Demikian sekedar sharing pengalaman dan pengamatan pribadi, semoga bermafaat. Saya Ign.Sumarya SJ setuju jika bahan yang dikirim dapat dipasang dan digunakan di Homepage Pendidikan Network dan saya menjamin bahwa bahan ini hasil karya saya sendiri dan sah (tidak ada copyright). . |
Bahan ini cocok untuk Informasi / Pendidikan Umum. Nama & E-mail (Penulis): nailul umam wim Saya di sisdiknas Tanggal: 31 maret 2003 Judul Artikel: Quo vadis sistem pendidikan Indonesia Topik: RUU sisdiknas Oleh: Nailul Umam WIM* Kontroversi Rancangan Undang Undang sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) nampaknya belum akan berakhir. Dalam beberapa bab dan ppasalnya, oleh banyak pihak digugat. Hal ini terutama karena RUU Sisdiknas, di nilai memaksakan kehendak dalam hal ini , pendidikan agama. Bila saat ini seorang siswa belajar di lembaga pendidikan yang di kelola oleh umat lain, yang sering terjadi siswa tersebut tak memperolah pendidikan agamanya, sesuatu yang sebenarnya sudah menjadi haknya. Saya nailul umam wim setuju jika bahan yang dikirim dapat dipasang dan digunakan di Homepage Pendidikan Network dan saya menjamin bahwa bahan ini hasil karya saya sendiri dan sah (tidak ada copyright). . |